Jika Aku Menjadi



Ok jadi sekarang saya pengen berkhayal, gimana rasanya jadi orang Belanda pas zaman penjajahan. Kenapa Belanda? Karena nama orang-orang Belanda agak-agak keren gimana gitu HAHA. Karena Belanda itu kan negara yang paling lama ngejajah Indonesia, jadi sangat berpengaruh dong ya untuk sejarah Indonesia. Yaudah langsung aja.

Aku Sofietje van Voorst. Aku seorang wanita Belanda. Pekerjaanku akhir-akhir ini sibuk. Banyak kapal dagang yang berangkat menjelajahi samudera. Sejak Raja Phillip naik tahta, ia menyatukan Spanyol dan Portugis. Hubungan kami dengan  Spanyol tidak begitu baik. Sejak Spanyol dan Portugis disatukan, kami tidak dapat berdagang dengan bebas di Lisabon lagi. Karena itulah, banyak pedagang Belanda yang mencari tempat perdagangan lain. Mereka menjelajahi samudera untuk mencari sumber rempah-rempah, barang dagangan yang sangat berharga.
Mungkin kau berpikir, lalu apa hubungannya denganku? Tentu saja hal itu berhubungan dengan pekerjaanku. Aku adalah seorang penulis. Lebih tepatnya, aku menulis cerita perjalanan. Aku ikut dengan para penjelajah yang pergi ke penjuru-penjuru dunia. Hal-hal yang ku lihat dan ku alami selama mengunjungi tempat-tempat tersebut menjadi inspirasi bagi tulisan-tulisanku. Biasanya, tulisan-tulisan tersebut kemudian kukirim ke penerbit dan diterbitkan sebagai buku. Kadang, aku juga mengirimnya dalam bentuk artikel-artikel ke penerbit surat kabar. Sekarang, aku harus bersiap untuk perjalanan baru.


Beberapa bulan yang lalu de Houtman baru kembali dari perjalanannya. Ia membawa cukup banyak barang dagangan. Setelah kedatangannya, ia menjadi sangat popular. Ia dianggap sebagai orang yang berjasa sebagai pelopor jalan pelayaran dan perdagangan ke daerah Hindia.  Tetapi menurut kabar lain yang kudengar, pelayaran mereka tidak berjalan terlalu baik. Banyak awak kapal yang meninggal karena kurangnya persediaan makanan. Dari sekian banyak yang berangkat, yang kembali hanya 87 orang. Mereka juga tidak berhasil membuat kerjasama perdagangan yang baik dengan penduduk Hindia. Katanya, mereka diusir penduduk pribumi karena sikap mereka yang kurang baik. Sayang sekali, padahal Hindia merupakan penghasil rempah-rempah dengan kualitas yang sangat baik. Tetapi tidak apa-apa, banyak pedagang Belanda lainnya yang akan pergi ke sana untuk berdagang.  Contohnya adalah kapal milik Jacob van Neck yang akan berangkat tidak lama lagi. Jacob adalah orang yang kukenal dengan baik. Ia sopan dan pandai berdagang. Aku akan ikut dengan rombongannya. Aku yakin, perjalanan ini bisa lebih sukses dari de Houtman.


                Sesuai dugaanku, Jacob berhasil membawa barang dagangan jauh lebih banyak dari de Houtman. Ia bersikap baik kepada penduduk Hindia, sehingga mereka mau menerimanya dengan baik. Aku sangat bersyukur telah mengikuti perjalanan ini. Penduduk Hindia sangat ramah dan terbuka terhadap  orang asing. Kebanyakan dari mereka hidup sederhana sebagai petani. Sebagian lainnya nelayan atau pedagang. Hal lain yang membuatku kagum, tentu saja, rempah-rempah yang mereka hasilkan merupakan yang terbaik di pasar Eropa. Harga sekantung rempa-rempah dengan kualitas seperti itu bisa lebih mahal dari emas dengan berat yang sama. Setelah ini, pasti akan ada semakin banyak kapal dagang Belanda yang berlayar ke Hindia.


Beberapa tahun sudah berlalu. Setelah de Houtman dan van Neck, kapal dagang Belanda mulai memenuhi pelabuhan-pelabuhan di Hindia. Mereka berlomba-lomba untuk menguasai perdagangan di sana. Akhirnya, pemerintah Belanda membentuk sebuah kongsi dagang bernama VOC. Sebenarnya aku tak pernah setuju dengan cara kerja VOC. Mereka memonopoli perdagangan. Mererka juga ikut campur dengan urusan pemerintahan penduduk setempat. Keinginan mereka untuk berdagang berkembang menjadi keserakahan untuk menguasai semuanya. Setelah VOC dibubarkan, mereka mulai mengirim tentara-tentara ke Hindia. Ini bukan lagi perdagangan, ini kolonialisme.


Aku sangat prihatin dengan kondisi penduduk Hindia. Beberapa minggu yang lalu aku ikut sebuah kapal dagang yang berangkat ke Hindia. Ketika sampai di sana, aku kaget. Kondisinya sangat berbeda dengan ketika pertama kali aku berkunjung ke sini. Penduduknya tak lagi menyapaku dengan ramah atau menyambutku dengan hangat. Rasa takut dan benci membayangi wajah mereka yang lelah. Keadaan mereka sangat buruk karena mereka dipaksa untuk bekerja terlalu keras. Pemerintah juga memberi mereka aturan-aturan dalam bercocok tanam yang memberatkan mereka. Aku merasa bersalah karena setiap malam aku bisa tidur dengan tenang di atas kasur yang empuk ketika aku mengetahui orang-orang di luar sana hidup dengan menderita. Aku memutuskan untuk tinggal disini selama beberapa waktu. Aku tahu, aku tidak dapat membantu banyak. Aku bukan politisi atau bangsawan. Aku tak punya kekuatan untuk menentukan apa yang boleh dan tidak boleh orang-orang lakukan. Karena itu, aku akan menulis. Aku akan membuat seluruh dunia tahu tentang apa yang terjadi di sini. Ketika semua orang mengetahui ketidakadilan ini, mereka akan berbuat sesuatu. Paling tidak, aku harap begitu.


Tahun-tahun berlalu. Dalam waktu tersebut aku berhasil menyelesaikan bukuku. Buku itu berjudul Mijn Lijden. Beberapa bulan setelah diterbitkan, Mijn Lijden menjadi top best seller di Eropa. Aku sendiri tak menyangka akan mendapat reaksi seperti ini. Banyak orang melakukan demonstrasi untuk menuntut kemerdekaan bagi Indonesia. Agak aneh, bukan, memprotes negara sendiri demi membela daerah lain? Ah, aku tak peduli. Sesuatu yang salah tetaplah salah. Mereka melarang penjualan bukuku di Hindia Belanda untuk menghalangi kebangkitan penduduk pribumi. Tetapi mereka tak berhasil. Setelah bertahun-tahun menetap di Hindia Belanda, aku mengenal banyak teman yang sejalan denganku. Bukan hanya aku yang tak setuju dengan kolonialisme Belanda. Bersama-sama, kami melakukan apapun yang kami bisa.


                Setelah Mijn Lijden populer di Hindia Belanda, penduduk-penduduk pribumi mulai melakukan berbagai aksi demi kemerdekaan mereka. Mereka membentuk organisasi-organisasi pemuda. Di satu sisi, aku merasa senang karena memang inilah yang aku inginkan. Perubahan. Mereka mulai mengganti strategi perang mereka. Bukan dengan mengangkat senapan atau bambu runcing, tetapi dengan berdiplomasi. Di sisi lain, aku tahu, inilah yang ditakutkan Belanda. Ketika orang-orang yang dijajahnya mulai bangkit dan melakukan perlawanan. Aku pasti akan menerima akibatnya.

                Hahaha. Tentu saja, pemerintah sekarang sangat membenciku. Sejak beberapa bulan yang lalu, mereka sudah mengejarku. Akhirnya mereka berhasil menangkapku. Aku dijebloskan ke penjara di ujung timur Belanda. Aku sudah siap dengan nasibku, membusuk di penjara ini. Apa aku menyesali perbuatanku? Tidak akan pernah.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia : Kronologi, Diakronik, Sinkronik, Ruang, dan Waktu

Historiografi Keluarga

Pengertian Sejarah : menurut saya..